By the turn of the century, the middle-class home in North American had been transformed. "The flow of industry has passed and left idle the loom in the attic, the soap kettle in the shed," Ellen Richards wrote in 1908. The urban middle class was now able to buy a wide array of food products and clothing—baked goods, canned goods, suits, shirts, shoes, and dresses. Not only had household production waned, but technological improvements were rapidly changing the rest of domestic work. Middle-class homes had indoor running water and furnaces, run on oil, coal, or gas, that produced hot water. Stoves were fueled by gas, and delivery services provided ice for refrigerators. Electric power was available for lamps, sewing machines, irons, and even vacuum cleaners. No domestic task was unaffected. Commercial laundries, for instance, had been doing the wash for urban families for decades; by the early 1900's the first electric washing machines were on the market.
One impact of the new household technology was to raw sharp dividing lines between women of different classes and regions. Technological advances always affected the homes of the wealthy first, filtering downward into the urban middle class. But women who lived on farms were not yet affected by household improvements. Throughout the nineteenth century and well into the twentieth, rural homes lacked running water and electric power. Farm women had to haul large quantities of water into the house from wells or pumps for every purpose. Doing the family laundry, in large vats heated over stoves, continued to be a full day's work, just as canning and preserving continued to be seasonal necessities. Heat was provided by wood or coal stoves. In addition, rural women continued to produce most of their families' clothing. The urban poor, similarly, reaped few benefits from household improvements. Urban slums such as Chicago's nineteenth ward often had no sewers, garbage collection, or gas or electric lines; and tenements lacked both running water and central heating. At the turn of the century, variations in the nature of women's domestic work were probably more marked than at any time before.
--------------------------------------------------------
Menjelang pergantian abad, rumah kelas menengah di Amerika Utara telah mengalami perubahan besar. “Arus industri telah berlalu dan meninggalkan alat tenun di loteng, ketel sabun di gudang,” tulis Ellen Richards pada tahun 1908. Kelas menengah perkotaan kini mampu membeli berbagai macam produk makanan dan pakaian—roti, makanan kaleng, jas, kemeja, sepatu, dan gaun. Bukan hanya produksi rumah tangga yang menurun, tetapi juga perbaikan teknologi dengan cepat mengubah pekerjaan rumah tangga lainnya. Rumah kelas menengah memiliki saluran air di dalam rumah dan tungku yang menggunakan minyak, batu bara, atau gas yang menghasilkan air panas. Kompor menggunakan bahan bakar gas, dan layanan pengiriman menyediakan es untuk lemari es. Tenaga listrik tersedia untuk lampu, mesin jahit, setrika, bahkan penyedot debu. Tidak ada pekerjaan rumah tangga yang luput dari pengaruhnya. Misalnya, binatu komersial telah mencuci pakaian bagi keluarga perkotaan selama beberapa dekade; pada awal tahun 1900-an, mesin cuci listrik pertama mulai dipasarkan.
Salah satu dampak dari teknologi rumah tangga baru ini adalah munculnya garis pemisah yang jelas antara perempuan dari kelas sosial dan wilayah yang berbeda. Kemajuan teknologi selalu lebih dulu memengaruhi rumah tangga kaum kaya, lalu menyebar ke kelas menengah perkotaan. Namun, perempuan yang tinggal di pertanian belum merasakan manfaat dari perbaikan rumah tangga tersebut. Sepanjang abad kesembilan belas hingga jauh memasuki abad kedua puluh, rumah pedesaan tidak memiliki air mengalir maupun listrik. Perempuan di pertanian harus mengangkut air dalam jumlah besar ke dalam rumah dari sumur atau pompa untuk berbagai keperluan. Mencuci pakaian keluarga dalam bejana besar yang dipanaskan di atas kompor tetap menjadi pekerjaan seharian penuh, sebagaimana mengawetkan makanan tetap menjadi kebutuhan musiman. Panas masih diperoleh dari tungku kayu atau batu bara. Selain itu, perempuan pedesaan tetap memproduksi sebagian besar pakaian keluarga mereka. Kaum miskin perkotaan juga memperoleh sedikit manfaat dari perbaikan rumah tangga. Daerah kumuh perkotaan, seperti distrik kesembilan belas di Chicago, sering tidak memiliki saluran pembuangan, pengumpulan sampah, atau jaringan gas maupun listrik; dan rumah-rumah petak tidak memiliki air mengalir maupun pemanas pusat. Menjelang pergantian abad, perbedaan dalam pekerjaan domestik perempuan kemungkinan lebih menonjol dibandingkan sebelumnya.
No comments:
Post a Comment